Rabu, 10 Agustus 2016

Persahabatan : Mengapa Memilih Mereka karena Logika?



Sahabat, Sohib, teman, kawan atau apapun kita menyebut mereka. Yang jelas mereka adalah salah satu faktor pendukung besar di skenario hidup setiap orang. Tidak berlebihan untuk menyebut mereka sebagai pelaku yang menyebabkan perubahan bagi kita, baik itu perubahan ke sisi yang lebih baik atau sebaliknya. 

Tidak seperti hubungan lain. Hubungan pertemanan adalah suatu hubungan yang unik. Tanpa adanya suatu ikatan, pertemanan dapat serta-merta terjalin. Seperti kita tahu, hubungan keluarga terjalin karena adanya hubungan darah atau sambung menyambung antara satu keluarga ke keluarga lainnya. Kemudian hubungan kepada pasangan, terjalin karena ada rasa ketertarikan, ingin memiliki atau rasa cinta. Dan hubungan keluarga serta pasangan ini bisa dibilang hubungan yang konsisten. Sedangkan hubungan pertemanan bisa dibilang hubungan yang singkat. Bisa saja dalam satu tahun, seseorang dapat berganti-ganti teman serta pergaulan. 

Pada dasarnya sifat manusia selalu menginginkan yang lebih baik. Begitu juga memilih teman serta pergaulan, setiap orang berhak memilih dengan siapa ingin berteman dan di lingkungan yang bagaimana dia ingin bersosialisasi. Itulah alasan mengapa banyak orang yang sering gonta-ganti pergaulan. 

Seiring berjalannya waktu, usia setiap orang bertambah, begitu pula dengan pola pikir dan pengendalian emosi. Seseorang butuh pertner yang sejalan dan sevisi. Partner itu bisa jadi keluarga, pasangan dan tentu teman. Tidak selamanya kita berada di tengah-tengah keluarga kita. Adakalanya kita mencari orang di luar sana yang dapat diajak untuk berdiskusi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan. 

Tidak salah kita berteman dengan segala macam bentuk manusia agar tidak terkesan pilih-pilih teman, tapi yakinlah perlu seribu kali berpikir untuk menjadikan orang lain sebagai “teman dekat atau sahabat”. Jadi tidaklah salah jika konsep pemikiran kita  adalah memilih teman dekat harus hati-hati dan beribu kali berpikir. Karena seperti yang sudah dikatakan di atas, teman adalah salah satu faktor yang dapat menciptakan perubahan serta partner untuk mencapai visi dan ambisi. 

Kira-kira begitulah konsep tentang pertemanan yang saya pikirkan. Tidak hanya kenyamanan, banyak faktor lain yang dipertimbangkan dalam memilih teman. Tidak luput dari hal kecil seperti hobi namun tetap terfokus pada persamaan karakter, visi dan ambisi bersama yang sekiranya dapat dipersatukan. Oleh sebab itu tidak heran jika kita bisa saja bergonta ganti teman agar sampai pada titik nyaman.

Lantas bagaimana dengan mereka yang konsisten pada persahabatan? 

Jelas ada orang-orang seperti itu, walaupun kadang tidak sedekat atau seakrab yang dahulu karena kendala jarak yang memisahkan. Atau bahkan ada yang masih seakrab dan sedekat dahulu tanpa ada rasa canggung walaupun mereka sempat terpisah oleh beberapa aspek. 

Jika kita dibesarkan oleh lingkungan yang sama, bisa saja hubungan persahabatan tersebut  tetap konsisten. Karena banyak hal yang dipelajari dan dirasakan bersama. Tapi ketika sudah terpisah jarak atau mental serta emosi yang dikendalikan berbeda-beda maka terkadang kenyamanan dahulu yang sempat dirasakan bersama lama-kelamaan sirna dihancurkan oleh pemikiran yang telah ditanamkan masing-masing orang. 

Sedikit sekali kemungkinan sifat dan pemikiran seseorang tidak berubah. Semakin dewasa seseorang, pasti ia akan menemukan siapa dirinya dan harus dimana dia berbaur. Sulit untuk menjawab pertanyaan “kenapa bisa masih akrab seperti dulu padahal....” padahal dan padahal lain yang sebenarnya bisa saja menjadi faktor pemicu jarak diantara mereka yang bersahabat. 

Kita yang sudah dewasa tidak lagi mencari teman untuk bermain. Tidak seperti zaman taman kanak-kanak dulu yang mencari teman tanpa logika. Karena hal penting saat itu adalah ada teman main petak umpet, main ayunan dan bisa kejar-kejaran sambil tertawa ria. 

Karena pada dasarnya setiap anak masih memiliki pemikiran polos, tidak perlu menjadi ini atau itu agar bisa tertawa bersama. Pertengkaran kecil adalah hal lumrah dan bahkan merupakan bumbu terciptanya tawa. Masa kanak-kanak tak mengenal rahasia. Semua hal menyenangkan memang harus dibagikan kepada sahabat-sahabat. Tidak ada kata-kata beper, karena tujuan semua anak sama yaitu bermain dan tertawa bersama. Tidak ada perasaan menyaingi atau disaingi. 

Tapi itu dulu, masa dimana pahit dan getir kehidupan belum dirasakan. Jauh sebelum seseorang belajar bagaimana mencari jati diri. Jauh sebelum kata sahabat sejati itu dipertanyakan keberadaannya. Sekarang sudah berbeda. Karena bukan sahabat sejati yang tengah dicari, tapi jati diri. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar