Aku mencoba mengetuk hati ku
sendiri. Aku bertanya, apakah aku ingin move on atau tetap setia? Itu bukanlah
pertanyaan lelucon pemuda saat sedang putus cinta. Bukan virus baper
karena si dia atau hal-hal alay kekinian.

Kemudian pertanyaan aneh nya
adalah jikalau pun aku sudah move on atau katakanlah melupakannya dan ingin
meninggalkannya apakah ada yang seperti dia, apakah ada yang seindah dia dan
apakah aku bisa diterima oleh yang lain seperti dia menerima ku atau seperti takdir
yang telah ditentukan Allah.
Tidak... pasti sangat sulit,
bahkan nyaris mustahil aku bisa move on dari dia. Tatapi aku tak tahu bagaimana
caranya setia kepada dia.
Kira-kira itulah pertanyaan untuk
diriku. Aku yang menganggap rentetan-rentetan perjuangan pendahulu sebagai
dogeng sebelum tidur. Akulah pula orang yang tidak menghargai guruku ketika
tengah mengingatkan ku betapa aku harus beruntung bisa menjalani takdir di negeri
ini. Ataupun lebih kejamnya lagi, aku menyebut mereka yang mencintai rentetan
peristiwa perjuangan tersebut sebagai orang-orang gamon (gagal move on).
Kenapa harus mencintai dogeng,
padahal dogeng hanya rekaan bahkan semua orang dapat menuliskannya. Kenapa harus
mempelajari hal-hal yang sudah berlalu toh yang penting masa depan. Sejarah itu
abstrak bagaimana bisa membuktikannya, ilmiah dong. Kenapa harus menghapal
rentetan peristiwa yang membingungkan hanya untuk mendapatkan angka tinggi di
selember kertas.
Beginikah aku? Beginikah pemuda yang diwasiatkan meneruskan
perjuangan untuk mengisi kemerdekaan? Mungkin para pahlawan tengah merintih
sedih karena perjuangan berdarah-darah mereka dihina dan diinjak-injak pemuda yang tidak tahu cara berterima kasih
seperti aku.
Aku tidak mau tahu tentang cerita
perjuangan mereka karena aku tidak mengikutinya dari awal. Aku tidak tahu jika
dalam menuliskan serentetan peristiwa sejarah memiliki metode yang terotitis. Tidak
sembarang menceritakan kembali. Aku pun tidak sadar bahwa kisah perjuangan para
pahlawan maupun tokoh yang ikut berpartisipasi dalam dunia sejarah, dapat ku
ilhami. aku dapat belajar bagaimana menjadi pemuda yang tangguh, memiliki
toleransi tinggi dan berjiwa patriotik. Tidak hanya sekedar duduk manis
menyaksikan kebobrokan moral di zaman ku saat ini atauh bahkan moral ku sendiri
pun ikut tumbang dimakan waktu hanya karena kebodohan ku melupakan sejarah.
Bagaimana aku bisa mengenal dunia
kalau negara ku saja ku lupakan?
Aku tidak tahu kegigihan serta
semangat kerajaan-kerajaan baik itu Hindu-Buddha maupun Islam dalam misi
memperluas daerah kekuasaannya atau memperluas wilayah nusantara yang menjadi
cikal bakal terbentuknya tanah air ku Indonesia. Aku tidak ingat betapa
kejamnya kaum imperialis mengeksploitasi hal-hal yang menjadi hak pribumi. Tetapi justru karena
mereka pula aku terkagum-kagum dengan semangat kaum terpelajar umtuk
mempersatukan nusantara dengan satu nama yang di dalamnya telah tersusun secara
sistematis syarat-syarat de facto dan de jure agar dikenal sebagai satu negara
yaitu Indonesia. Bahkan setelah merdeka pun, para pejuang masih digoncang oleh
teror-teror para penjajah. Semangat patriotik itu tidak akan mudah dilupakan, sungguh
bodoh jika aku move on dari kisah perjuangan yang lebih dari sekedar dogeng
sebelum tidur.
Banyak fakta-fakta yang
mengunguncang jiwa hingga menyayat hati. Atau bahkan ada fakta yang
disembunyikan di balik kisah yang telah dijalani hingga 71 tahun saat ini. Tidak
pernah ada yang tahu jika aku hanya didikte oleh seonggok buku pengantar
belajar.
Aku sadar bahwa aku hanya belajar
menurut tuntutan nilai semata hingga aku tidak sepenuh hati mencintai tanah air
ku dan bangsaku. Aku hanya mencemooh kerusakan-kerusakan di tanah air ku tanpa
ada usaha atau hanya sedikit saja niatan untuk memperbaikinya.
Sehingga aku pun mengerti sulit sekali menyusun potongan kertas yang
telah dirobek-robek. Tapi dengan sedikit saja tambahan usaha mungkin bisa kembali
walau yang tersisa hanya barisan kalimat acak yang absurd dan menciptakan
keambiguan. Mungkin begitulah
pemahamanku tentang sejarah. Ada hal-hal aneh yang sering ku pertanyakan dan
aku bahkan bingung harus percaya kepada siapa.
Bagaimanapun acuh nya aku
terhadap negara ini, aku telah menghabiskan hidup ku disini. Meminjam nama
Indonesia sebagai identitas. Jika aku bukan Indonesia mungkin aku bukanlah yang
sekarang. Bukanlah menjadi kemajuan bahkan mungkin kemunduran yang ku alami. Bersyukur
aku masih menjadi penduduk mayoritas. Menjadi penduduk terbesar di dunia
sebagai pemeluk Islam terbesar di dunia, meskipun kadang aplikasi dari ajaran
agama Islam di tanah tumpah darahku masih kurang dilaksankan oleh penganutnya
sendiri.
Aku harap aku adalah seorang
Indonesia yang tangguh jika telah dewasa nanti. Tidak hanya menjadi sampah
negara yang memperpadat penduduk. Semoga aku bisa sedikit saja, walau hanya
setitik, sedikit saja berkontribusi untuk tanah airku tanah tumpah darahku.
Maafkan aku yang sering
mencelamu, maafkan aku yang hanya bisa bicara keburukanmu, maafkan mulut
manusia yang gemar mengeluh ini, maafkan aku yang sering menguap saat dikibarkan
nya bendera pusaka padahal Sang Saka Merah Putih ialah simbol ketangguhan dan kesabaran yang luar biasa
dari para pejuang, maafkan aku sering kali lalai saat mendengarkan Guru Sejarah
memaparkan rentetan kisah identitasmu agar kami penerus bangsa memiliki nasionalisme
yang tinggi, maaf kanaku belum bisa membuktikan kesetiaan ku padamu INDONESIA ku.
Kini aku sadar, mencintai sejarah
bukan berarti gamon (gagal move on) tapi mempelajari siapa aku dan diamana aku
berdiri. Aku hanya akan move on dari keterpurukan moral , tapi aku takkan
pernah berhenti mencintaimu. Walau siapa yang sedang duduk di atas sana, tidak
peduli siapa yang tengah berbangga diri di atas namamu, aku tetap warga
Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang sudah
disusun dengan kerja keras para founding father agar sesuai dengan nilai agama
dan karakter bangsa Indonesia.
Dirgahayu Republik Indonesia,
HUT RI ke-71. MERDEKA!!!!
“Merdeka atau Mati” -Bung Tomo
“Jangan sekali-sekali melupakan
sejarah” -Ir. Soekarno
“Beri aku 1000 orang tua, niscaya
kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan
dunia” -Ir. Soekarno
"Kurang cerdas dapat diperbaiki
dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak
jujur itu sulit diperbaiki." -Moh. Hatta
Bissmillaahirrohmaanirrohiim.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar