Rabu, 08 Agustus 2018

Trend Hijrah Zaman Now


Futur? futur itu apa?  Pernah nggak kalian merasakan hal ini? Saat dimana yang awalnya semangat berapi-api untuk beribadah tapi semakin dijalani kenapa ya ada rasa “jenuh” atau rasanya saya “nggak kuat lagi” menjalani ini semua, sepertinya saya harus menyerah. Futur itu pasti! Bagaimanapun kuatnya kita melawan pasti ada satu titik dimana ada goncangan yang menggoyahkan kepercayaan kita tadi. Awalnya semangat menggebu-gebu untuk menjadi lebih baik dan berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya, tapi seringkali frekuensinya turun naik atau bahkan stop di tempat. Kalau menurut saya pribadi, futur itu salah satu rangkaian proses hijrah, disitu justru kita harus intropeksi diri dan PR besar kita adalah bagaiana caranya saya meminimalisr futur tersebut. Futur adalah waktunya kita mencari tahu kelemahan kita dan memperbaikinya. Kemudian hubungannya apa dengan judul tulisan saya? saya menulis seringkali spontanitas dan nyleneh. Jadi, relasi antar topik dan judul bisa jadi agak kontras tapi masih ada lah hubungannya, maafkan kalau ternyata relasinya nggak ada dan alhamdulillah kalau saya berhasil membangun relasi antar isi tulisan dan judul. Hehehe
Seperti yang sudah saya singgung di paragraf sebelumnya (sih... paragraf, ingat mata kuliah BI ya wkwkwk), futur itu bagian dari hijrah, tetapi kalau kita belum hijrah maka kita nggak akan merasakan futur itu apa. Jadi hijrah dulu baru tau rasanya futur. Tapi kalau dari pengalaman pribadi biasnya alasan awal ber-Hijrah itu rasanya seperti futur, tapi bukan futur namanya kalau belum hijrah. Nah bingung kan? Ya karena saya juga bingung. Futur itu lebih kepada kondisi dimana iman kita seolah-olah sedang “down” dan disitulah syetan yang terkutuk mulai menggoda, masih istiqomah kah, atau yah tersesat dalam futur itu forever.....
Kenapa saya bilang proses hijrah dimulai karena seperti terjadi goncangan di futur tadi. Ok, pertama saya clear kan dulu definisi HIJRAH ya. Menurut yang sudah saya alami dan trend yang sedang berkembang, hijrah itu adalah proses dimana seorang perempuan/lelaki yang awalnya buruk kemudian dia berusaha berubah menjadi lebih baik tentunya dengan lebih dekat dengan Allah. Jadi hijrah itu dimana kita memang ada niatan dan ada tindakan konkret untuk menjadi lebih baik dan lebih dekat dengan Allah. Bukan sekedar ngomong, tapi ada tindakan yang nyata untuk merealisasikan HIJRAH. Disini saya nggak ngomongin dari segi etimologi atau terminologi dsb yang jelas gerakan menuju lebih baik itulah hijrah. Jadi kalau sudah ada orang baik menjadi lebih baik lagi maka dia juga hjrah. Jadi hijrah itu lebih ke karakter ya bukan hanya tampilan luar aja, misalnya begini, belum tentu seorang laki-laki berjenggot kemudian wah dia sudah hijrah, terus ada perempuan tiba-tiba pakai cadar, wah dia hijrah. Ya, mengubah penampilan sesuai tuntunan agama juga salah satu proses hijrah tapi mungkin terlalau sempit ya kalau kita mengatakan kita sudah ber-hijrah hanya karena pakaian yang kita kenakan. Makanya saya lebih suka untuk tidak mendeklarasikan “saya sudah hijrah” tapi lebih kepada menikmati proses nya.
Itulah hijrah versi saya. Kemudian goncangan yang saya sebutkan tadi itu gimana, goncangan yang sama ketika kita futur. Jadi saya mau curhat lagi, awal saya mulai menikmati proses dekat dengan Sang Pencipta. Dulu, ada satu momen dimana saya sudah berusaha dan menurut saya usaha itu harusnya terbalaskan sesuai harapan. Tapi ya, hasilnya tidak sesuai ekspeketasi. Disitu saya berpikir kok Tuhan itu nggak adil, kenapa aku yang udah kerja keras begini nggak bisa dan mereka yang di bawah bisa dengan mudah. Disitu saya merasa iri dengan orang lain yang sebenarnya adalah teman-teman saya, disitu saya mulai menyalahkan orang tua, orang-orang yang di sekitar saya. Ibadah juga sudah mulai “halah udahlah, nggak ada gunanya, emang doaku didengerin ta?”, padalah saya hidup di keluarga yang tertib melakukan kewajiban agama ya walaupun belum sepenuhnya tapi nilai-nilai Islam itu sudah diterapkan orangtua saya dari kecil. Tapi alhamduillah kondisi itu tidak berlangsung lama maklum lah anak remaja labil, akhrinya orangtua saya menyarankan saya untuk sekolah ke tempat yang sekarang mengubah pemikiran saya mengenai Allah dan agama Islam. Menurut saya itu langkah awal untuk mengubah diri menjadi lebih baik dan yah memang benar, perubahan itu sudah mulai terasa. Tiga tahun saya ditempa di tempat itu, belajar menjadi peribadi yang mandiri dan belajar banyak hal terutama Islam. Tapi tiga tahun itu nggak mudah tentunya, banyak goncangan yang saya rasakan, tapi bedanya ketika saya belum memasuki arena yang katanya “hijrah”, ketika ada goncanyan saya cenderung menyalahkan sekitar bukan malah mencari tahu “problem solving” nya kemudian setelah saya lebih memahami konsep kehidupan dan ketuhanan dari Islam, ketika ada goncangan, saya tahu harus kemana, saya tahu apa yang harus saya lakukan, bukan meyalahkan tetapi memperbaiki dan tetap bersabar dan berdoa yang utama.
Point penting nya sebenarnya adalah proses hijrah itu tidak mudah, ketika saya sudah memutuskan oh iya, saya mau belajar Islam dan jadi Hamba yang taat kemudian datanglah beberapa goncangan, goncangan itu nggak harus penderitaan ya kayak yang di ftv ftv indo***r, goncangn itu bisa kayak kenikmatan, dimana tiba-tba mantan ngajak balikan (ini joke, hehe), tiba-tiba temen-teman yang dulu ngajak main tapi main dalam konteks yang negatif ya, ya main yang tidak melibatkan aturan-aturan syar’i, yaaa we know lah, atau dapat jabatan apalah tapi kemudian menghalangi kita lebih dekat dengan Allah. Prosesnya kita menuju yag lebih baik itu pasti diuji, nanti akan ada saat dimana, niat kita hijrah dibolak-balik oleh kita sendiri, niat yang awalnya Lillah, entah kenapa tiba-tiba terbesit niatan yang membelokkan hakikat hijrah itu. Misalnya, godaan dunia ketika kita hijrah maka akan dianggap baik oleh lingkungan sekitar atau hijrah supaya ditaksir akhi-akhi atau ukhti cantik atau tiba-tiba datang perasaan sombong karena udah merasa “saya hijrah” sehingga mudah saja merendahkan orang lain. Itu nyata kawan, syetan nggak akan kehabisan cara untuk menggoda Anak Adam. Syetan paling benci Umat Muhammad yang hijrah.
Ketika kita memutuskan untuk menjadi lebih baik, kita harus kuat, dan kalau kamu nggak kuat, sebaiknya jangan berjalan sendiri, carilah sahabat yang bisa mendampingi kamu. Tapi jangan salah juga, carilah sahabat yang niatannya juga lurus dan bersahabatlah dengan sesama jenis dan no modus- modus  (yu no wat ai min laaah) karena lingkungan memberikan pengaruh yang besar untuk kita. Jangan sampai niatan hijrah berhenti hanaya sampai di mulut, jangan sampai niatan hijrah hanya sampai pada tampilan luar tapi mari kita hijrah dengan totalitas ya walaupun itu berat dan nggak perlu buru-buru. Futur itu pasti, bahkan sekarang saya yang sedang mengetik ini, sedang mengalaminya oleh sebab itu saya tidak ingin temen-temen yang membaca tulisan ini terus terperdaya di dalam kefuturan, ayo lah move on, mana semangat kita dulu. Jangan karena temen kita jadi berkurang terus kita merasa sendiri, bukannya kita berubah karena cinta dari Allah jadi kenapa harus takut sendiri, jangan karena fall in love to akhi X kita menjadi lemah, kenapa tidak coba jatuh cinta setiap hari ke Allah. Hijrah itu bukan trend, hijrah itu perjalanan spiritual kita di kehidupan, ketika kehidupan kita diselimuti kegelapan dan tiba-tiba ada setitik cahaya, terus lah kejar cahaya itu, kalau kau tidak sanggup berlari, berjalan lah agar tidak tersandung dan cepat lelah, jangan berhenti terlalau lama, hidayah bukan sesuatu yang datang tiba-tiba dan tidak semua orang diberi rezeki itu jadi bersyukurlah, jangan berhenti. La, Tahzan... Allah with Us.


أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا ءَامَنَّا وَهُمْ لاَيُفْتَنُونَ 
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:"Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?

(Surat al-'Ankabuut : 2)


Dari Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.” (HR. Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits)

source : 
https://ayohijrah.id/
https://rumaysho.com/12977-kapan-mau-hijrah.html
https://muslim.or.id/21418-penjelasan-hadits-innamal-amalu-binniyat-1.html

Jumat, 03 Agustus 2018

Sepenggal Kisah : Mahasiswa Pertanian? PD aja!



Sepertinya sudah hampir beberapa bulan atau bahkan tahun saya nggak berceloteh di blog ini. Bukan karena sibuk tapi mungkin karena bingung mau ngomong apa 😅 Akhir-akhir ini saya lagi liburan sih, yahh liburan semester genap yang biasanya agak panjang dan akhirnya gabut nya kepanjangan juga. Haaa sudahlah cukup lah sudah intro yang nggak penting ini.
Pertama kalinya di tahun 2018 ini saya mau menceritakan kisah saya (siih kisah) selama menjadi Mahasiswa Pertanian sesuai judul tulisan ini. Sebelumnya saya mau cerita dulu, saya adalah Mahasiswa Pertanian di salah satu politeknik negeri di Jawa Timur, saya di Politeknik Negeri Jember di Jurusan Produksi Pertanian dan Program Studi Teknik Produksi Benih. Sudah bisa ditebak kan apa asja yang akan kami pelajari di perkuliahan, ya tentang tanaman, biji, benih, bibit, buah ya semua lah tentang benih benihan. 
Sebelumnya hal yang perlu diketahui disini sistem belajar di universitas dan di politeknik ada beberapa perbedaan yang signifikan, ya walaupun sama sama kuliah dan sama sama jadi mahasiswa tapi orientasi kita nanti setelah lulus dan mendapatkan gelar sarjana sebenarnya disetting agak berbeda. Di perkuliahan saja sebenarnya sudah lumayan beda sih ya, mulai dari kurikulumnya dan pendalaman terhadap materi tertentu. Secara garis besarnya, Mahasiswa Politeknik itu lebih banyak praktikum nya daripada kuliah tatap muka. Bisa dibayangkan kan perbedaannya, tapi bukan berarti Politeknik itu nggak butuh teori, untuk praktikum kita juga butuh teori tapi kita menggunakan teori tersebut tujuannya lebih ke nilai terapan, nah gimana menggunakan teori yang kita dapat untuk diterapkan. Yah, kurang lebih begitu sih. Tapi nggak berarti juga kuliah di politeknik lebih mudah daripada di universitas atau insitut. Walaupun realitanya, seleksi masuk ke politeknik lebih mudah daripada ke universitas, yah menurut persepsi masing-masing ajalah ya, yang penting bisa kuliah di negeri ya Alhamdulillah hahaha.
Ok lah, sudah cukup celotehan nya ya, saya mau cerita di part yang paling penting, bagian yang membuat saya tergerak untuk mencurahkan isi hati saya ini setelah menempuh empat semester di kampus polije tercinta. Mengusung judul di atas, (maafkan bahasa saya yang alay yah gengs) Jadi Mahasiswa Pertanian? PD aja, lha emang ada apa dengan mahasiswa pertanian, apakah mereka sebegitu memalukannya, apakah mereka sebegitu tidak bergunanya, apakah mereka sbegitu o*n nya sehingga harus dimotivasi untuk percaya diri. yah realitanya memang begitu yah, mahasiswa pertanian apalagi buat MABA MABA perlu sekali disemangati karena mereka sudah masuk di area yang nantinya akan penuh dengan perjuangan.
Perjuangan yang akan kita lewati pertama adalah, dari lingkungan. Ada apa dengan lingkungan? Di era yang katanya "kids jaman now" ini sudah serba canggih dan digital ya, jadi kebanyakan orang-orang berpikir bahwa mereka harus mengikuti teknologi jadi semua serba teknologi, mereka menganggap teknologi itu hanya sebatas mesin dan komputer. Jadi mereka menggap kalo hal yang seperti back to nature itu adalah hal yang konvensional dan tidak sesuai jaman, seperti jurusan kita ini kawan kawaan... kebanyakan orang-orang yang awam menganggap sebelah mata jurusan pertanian dan sejenisnya (kayak peternakan, perikanan, kehutanan). Mungkin yang maba-maba akan sangat shock dan untuk para mahasiswa basi sudah kebal ya mendengar kalimat ini "Apa? jurusan pertanian, kok ngambi itu sih, ngapain kuliah kalo akhirnya jadi petani juga", nah yang lain lagi, "oh pertanian, yang ngurusin pupuk kan ya", "pertanian, nenek saya aja yang nggak sekolah bisa jadi petani". "duh, katanya pertanian, masa obatnya taneman itu aja nggak tau, di kampus ngapain aja sih". Hal pertama yang harus kita lakukan ketika mendengar yang seperti itu adalah SMILE, karena kebanyakan yang berkata demikian kasarnya itu adalah orang yang lebih tua. Ingat, anda adalah mahasiswa, jadi bertutur kata lah seelgan mungkin. Kita kuliah bukan untuk memenagkan argumen, kita kuliah mencari ilmu untuk megubah pola pikir kita, jadi kuliah jurusan apapun, hasil yang paling penting itu adalah bagaimana mengubah pola pikir yang tidak berpendidkan menjadi berkarakter, berpendidikan dan keilmiahan. Jadi kalo kuliah, tapi pola pikirnya masih sempit, mungkin butuh sekolah lagi. Anggap saja yang mengolok-olok kita tadi adalah orang yang nggak punya pola pikir yang maju dan hanya berpikir satu sisi saja. Sip, karakter percaya diri yang pertama sudah mulai dibangun,
Perjuangan kita selanjutnya adalah di dunia perkuliahan, kuliah itu beda dong ya dengan jaman sekolah. Di dunia perkuliahan, kita ditempa untuk menjadi karakter yang mandiri. Kuliah jurusan apapun saya kira akan merasakan hal yang sama, yang jelas diperlukan ketekunan dan kesabaran dalam menajalani perjuangan ini. Tantangan yang harus dihadapi oleh mahasiswa pertanian itu adalah masalah fisik dan mental, ditambah lagi kuliah di politeknik. Setelah masuk tahun tahun yang semakin tua, praktikum di luar ruangan akan sangat menyita tenaga dan pikiran. Bisa bayangkan kan gimana petani harus menanam padi, sayuran, buah-buahan di tengah terik matahari dan yah.. kita akan dan harus melakukan itu. Kita harus siap-siap untuk menjadi gadis yang eksotik dan nggak sedikit teman-teman yang jatuh bangun keluar masuk rumah sakit. Jadi perlu stamina yang extra supaya nggak mudah tepar. Bisa dibayangkan kan ya, nggak semua Mahasiswa Pertanian pernah nyawah sebelumnya (termasuk saya) dan di perkuliahan harus tahan banting mengerjakan semua kegiatan budidaya dari hal yang paling dasar menyiapkan lahan sampai tujuan akhir kita yaitu panen. Semua proses tersebut ditangani oleh Mahasiswa satu angkatan ibaratnya tanaman mu adalah nilai mu. Kalau sampai tanaman jelek atau gagal panen alamat nilai praktikum anda terancam. Itu masih soal kegiatan praktikum ya, belum lagi kegiatan kuliah tatap muka dan hal yang wajib dilakukan mahasiswa Pertanian utamanya polije yaitu membuat laporan. Kuliah tatap muka yang sebenarnya adalah dosen cuma ngasi materi bla bla bla dan ngasi tugas se bla bla segudang banyaknya, belum lagi ketika dapat kejutan di awal atau akhir kuliah (kejutan = kuis), ditambah lagi laporan yang terkadang perlu bumbu revisi supaya lebih mantap. Alhasil, secapek-capeknya kita di lahan, harus baca buku juga. Jadi kalo ada yang santai santai kuliah apalagi kuliah jurusan sains mungkin dia belum sadar bahwa dia adalah Mahasiswa. Walaupun kelihatannya kakak tingkat kalian bersantai, tapi percayalah sebetulnya waktu tidur mereka banyak tersita untuk mengerjakan tugas. Tujuannya saya cerita ini sebenarnya simpel cuma mau curhat dan kasi tau kalo kuliah itu, apapun jurusannya apalagi pertanian, sama aja, sama aja capeknya dan sama aja "butuh perjuangan". Jadi, kalo mereka tanya, kuliah pertanian ngapain aja sih, coba suruh mereka baca buku catetan kita dan mengerjakan laporan kita. Jadi jangan minder jadi Mahasiswa Pertanian, percayalah menjadi Mahasiswa Pertanian itu sah sah aja dan normal normal saja. 
Curhatan yang selanjutnya adalah, tantangan yang akan kita hadapi saat kelulusan. Kalau kata orang-orang, Sarjana Teknik, Kedokteran, Guru sudah jelas kalau lulus mau jadi apa. Nah katanya mereka nih, sarjana pertanian, mau jadi apa sih? Ya jadi petani lah. Iya jadi petani, terus mau jadi apa, nggak mungkin dong jadi pilot. Disini saya Cuma mau curhat bukan mau menggurui atau memenangkan argumen. Tapi kenyataannya, negara kita memang sedang krisis pangan. Kok bisa krisis pangan, katanya negara agraris? Nah itu masalahnya, kebanyakan petani itu menanam tidak dengan ilmu, nanam benih suka-suka, ngasi pupuk yang penting banyak, panen pokoknya selesai. Kalau berbicara dari segi keilmuan, semua kegiatan budidaya itu ada standarnya dan nggak bisa asal-asalan, itu permasalahan pertama ya. Permasalahan kedua, bumi kita ini sudah semakin tua, begiu juga sama tanah Indonesia, bukan lagi negara yang kalau batu dan kayu ditanam bisa tumbuh. Tanah yang kita jadikan sebagai media tumbuh sudah semakin menurun produktivitasnya jadi dibutuhkan treatment khusus dan inovasi dalam bidang budidaya pertanian supaya kegiatan budidaya tanaman di Indonesia bisa tetap berlanjut dan tidak berdampak pada berkurangnya kebutuhan bahan pangan di negara kita tercinta ini. Nah udah ketemu kan, peran kita untuk Indonesia itu apa, gimana supaya tanaman pangan selalu tesedia di negara kita, bayangkan kalo kita harus impor semua jenis bahan pangan padahal negara kita negara tropis yang strategis sekali sebagai lokasi bercocok tanam. Saya juga belum lulus jadi nggak bisa memberikan gambaran bagaimana kontribusi nyata untuk mewujudkan peran kita sebagai sarjana pertanian (nantinya). 
Intinya, kita harus sadar dulu, peran kita itu nggak main-main, sama halnya kayak dokter, kalau dokter nggak ada maka nggak akan ada yang mengobati penyakit masyarakat, nggak ada guru maka nggak akan ada yang ngajarin kita ilmu pengetahuan, nggak ada petani yang berinovasi maka nggak akan ada makanan, jadi kita nantinya mau makan apa? Mungkin sekarang belum kita rasakan ya dampak besarnya tapi kurang lebih kami Mahasiswa Pertanian paham gimana iklim sudah jarang sekali bersahabat dengan kegiatan cocok tanam. Banyak tanaman kita yang diserang hama, penyakit dan akhirnya mati kemudian gagal panen, padahal nggak sedikit biaya dan tenaga yang udah kita korbankan untuk kegiatan cocok tanam tersebut. Itu hanya beberapa kendala yang kami hadapi, kurang lebih, kami sudah merasakakan gimana perasaan petani ketika gagal panen, jadi seharusnya tekad seorang Mahasiswa Pertanian itu ya gimana kita harus menerapkan ilmu untuk berinovasi menyelamatkan peradaban kita dari kekurangan bahan pangan. Kurang besar apalagi coba peran kita?
Tulisan di atas hanya beberapa uneg-uneg yang sering dan bahakan sampai sekarang masih saya rasakan. Saya harap bagi yang membaca tulisan saya ini (iya kalo ada yang baca, wkwkwk) bisa sedikit memahami gimana perasaan kami sebagai Mahasiswa Pertanian dan untuk Mahasiswa Pertanian utamanya yang MABA MABA agar benar benar menemukan passion nya di jurusan ini dan benar-benar bisa mewujudkan apa yang harus diwujdukan melalui ilmu yang sedang kita dalami. Tapi kalau memang nantinya profesi kita bukan sepenuhnya ke dunia pertanian, setidaknya kita mendukung dan bisa memberi manfaat untuk lingkungan kita. Saya juga masih Mahasiswa jadi belum bisa berkontribusi untuk dunia pertanian, tapi saya akan berusaha sebisa saya. Sekian curhatan yang kepanjangan dan selalu absurd, semoga bermanfaat untuk saya dan kita semua.

TPB B 2016 Selesai Praktikum di Lab 😆
Inilah kitaaa.... di SAWAH wkwkwk

kita lagi jalan-jalan  eh field trip with bu dosen dan bapak teknisi yang super keren & ketjeeehh....

Wassalamualaikum