RENUNGAN
Bicara tentang
cinta, rasanya tak kan ada habisnya. Semua hal dapat dikaitkan dengan topik
fenomenal ini. Cinta layaknya bumbu pemberi rasa dalam kehidupan. Semua orang
dari berbagai kalangan merupakan pemeran drama realita cinta.
Meskipun
semua orang menjadi pemeran dalam drama realita cinta, tidak semua merasakan
cinta yang katanya “indah” ini. Jika kita memerhatikan realitas cinta di
kehidupan kita ini, nampaknya cinta hanya milik mereka yang mencapai hakikat “sempurna”.
Saya katakan sempurna bukan berarti melebihi Sang Pencipta. Tetapi mereka yang
diberikan kelebihan oleh-Nya.
Sehingga timbul
di pikiran ini, cinta hanya sebatas hubungan dua orang yang katanya “saling
jatuh cinta” atau dua insan yang berhasrat untuk bersatu. Jika hanya sebatas
itu, patutlah cinta itu hinggap, tumbuh dan berkembang bagi mereka yang “lebih”.
Lantas jika aku
tak diberi kelebihan berupa keindahan atau harta, berarti aku tak memiliki
cinta? Atau hanya aku yang punya cinta namun tak dapat kuberi untuk dia insan
yang mencuri hatiku?
Banyak yang
berkata, bahwa cinta itu buta. Tak meminta lebih dari apa yang kita miliki,
tapi menerima apa yang kita miliki. Benarkah demikian? Jadi aku bisa mencinta,
meski aku tak lebih? Namun, kembali lagi aku renungkan. Tapi tampaknya cinta
menjadi buta jika satu sinar sudah datang menjadi cahaya, cahaya inilah yang
akan membutakan cahaya lain untuk masuk ke kehidupan kita.
Bisa kita
lihat, legenda cinta sejati yang diabadikan hanyalah sepenggal kisah dari dua
orang insan yang sedang dimabuk asmara, dua insan yang terpedaya cinta, dua
insan yang dibutakan dan ditulikan oleh hal lain yang akan mengancam cinta
mereka.
Kembali menelusuri
alur dari kisah cinta dua insan yang melegenda. Mungkin bisa kusebutkan, jika
kita teringat Romeo & Juliet, Bonnie & Clyde, Aladin & Putri
Jasmine atau kisah cinta sejati lainnya yang bisa melelehkan hati jika kita
dengar serta kita hayati. Kita perhatikan lagi, kita hayati lagi dan telusuri
lagi. Mereka adalah dua insan yang sedang dimabuk cinta, melampaui batas apapun
demi cinta dan dengan cinta seolah-olah mereka benar dan kuat.
Apakah mereka pemilik cinta itu?
Mereka nampak
tulus dalam mencintai pujaan hatinya. Namun apakah cinta diantara mereka dapat
tumbuh tanpa hal lebih dari Tuhan. Mereka adalah orang-orang berparas lebih,
lahir dan tumbuh dalam kemewahan. Serta yang paling penting adalah keberuntungan yang mereka miliki yaitu "cinta diantara
satu sama lain dapat terbalas".
Apakah mereka pemilik cinta itu?
Lalu bagaimana dengan pemeran drama realitas cinta yang lain?
Mereka yang
mungkin tak punya paras indah, kemewahan pun tak pernah dirasakan, hanyalah
mimpi jika ingin menjadi Cinderella jika paras pun tak punya nilai lebih. Cinta
yang hanya dapat dipendam di kedalaman jiwa yang tak kan pernah ada yang
menyadari. Cinta yang hanya digenggam sendiri, hingga cinta itu harus menusuk
denyut demi denyut jantung ketika melihat orang yang dicinta harus bersama yang
lain.
Hanya senyum yang
diusahakan setulus mungkin dan hanya doa yang diusahakan seikhlas mungkin untuk
sang pujaan hati agar bisa berbahagia dengan orang yang sudah dipilihnya. Itulah
bentuk cinta yang dapat ditunjukkan. Bukan berupa kata-kata indah atau rayuan,
bukan tatapan yang meneduhkan dan bukanlah waktu yang dimiliki berdua untuk saling berbagi. Inilah
cinta yang dimiliki pemeran lain dalam drama realitas cinta, cinta yang dimiliki
sendiri serta tumbuh dan berkembang dalam keikhlasan.
Lalu siapakah insan pemilik cinta yang sebenarnya?
Keduanya cinta,
namun tak tau mana pemilik cinta yang
sebenar-benarnya cinta. Tapi yang pasti dan tak diragukan, hanyalah cinta Rab
kepada Hamba-Nya. Serta cinta hamba kepada Rab-nya hingga apapun yang ditakdirkan
Rab kepadanya, dia ikhlas, dia terima kekurangannya, dia sadar kelebihan tak
hanya sebatas rupa indah dan harta berlimpah. Hamba yang sadar, hidup di dunia
tidak melulu tentang cinta terhadap sesama insan.
Cinta ada, cinta indah, cinta melengkapi. Kita semua pemilik cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar