Muslimah adalah suatu
identitas, identitas yang menandakan bahwa seorang perempuan mengimani
bahwasanya Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Esa serta Rasulullah adalah
utusan-Nya. Begitulah identitas itu disematkan bagi seorang Muslimah. Baik dia
sepenuhnya menjunjung tinggi identitas tersebut atau masih belum sepenuhnya
menjadi Muslimah sejati.
Pada dasarnya sebagai
seorang Muslim tentu harus totalitas dalam menjalankan perintah agama. Baik itu
untuk laki-laki terlebih lagi untuk perempuan. Mulai dari aturan A sampai Z
tentu harus diamalkan. Bukan untuk dilihat atau dinilai orang lain tetapi untuk
mendapat sebaik-baik kedudukan di hadapan Allah SWT.
Tidak bisa dipungkiri,
manusia tetaplah manusia, terkadang penuh dengan khilaf dan penuh dengan keterbatasan. Tidak lah mudah mencapai
predikat Muslim sejati terlebih lagi Muslimah sejati. Betapa sangat berat,
ditambah lagi dengan tuntutan zaman yang terkadang justru menjauhkan dari
cahaya Islam.
Tidaklah heran, jika
banyak Muslimah yang salah dalam melangkah. Salah dalam mengambil keputusan
ataupun salah dalam hal perilaku. Lantas hal tersebut tidak bisa dijadikan
bahan argumen untuk menyalahkan para Muslimah. Justru disitulah peran Muslimah
yang lain untuk membersamai, memberi support serta mengayomi saudarinya bukan
malah sebaliknya.
Tindakan menghakimi
sebelah pihak sering sekali terjadi. Baik itu secara sadar maupun tidak sadar, bahkan
dengan cara yang justru menyulut perdebatan dan mirisnya hal itu terjadi
diantara para Muslimah. Bukankah seharusnya bagi sesama Muslim kita harus
saling mengingatkan? Bukan menyalahkan.
Tidak masalah kalau
kiranya dia belum berhijab
Tidak masalah kalau
kiranya khimarnya belum sempurna
Apakah kita yang dulu
pernah “seperti itu” hendak menghujat?
Misalkan suatu saat, doakan
semoga tidak terjadi, sahabat kita yang masih menjalin hubungan dengan kekasih
tidak halal kemudian datang dengan berderai air mata berharap pelukan dan
pundak kita, Saya berharap, tidak ada rasa enggan menerima kembali. Saya harap
hati ini dengan ikhlas menerima
kedatangan dan memasang badan untuk membersamai di tengah kesedihannya.
Adakah yang lebih
mereka harapkan selain penerimaan kita, selain tutur kata yang menyejukkan
serta sahabat yang tidak pernah membenci?
Kita terikat satu
ikatan yang disebut gender. Ikatan yang semakin menguatkan karena kita
ber-Tuhan kepada Allah dan mengimani-Nya sebagai Yang Maha Esa, Yang Maha
Penyayang. Ya, kita adalah Muslimah. Muslimah yang diceritakan di dalam
Al-Qur’an bahkan karena mulianya kita, Allah
sematkan nama kita di Al-Qur’an, An-Nisa, perempuan.
Ada satu harapan yang ingin saya ceritakan kepada kalian wahai wanita, wahai para perempuan,
wahai akhwat.. wahai Muslimah.. To the
Women...

Kalau mereka bilang,
perempuan harus di rumah. Perempuan tidak boleh menampakkan kecantikan.
Perempuan harus menutup diri. Tidak, mungkin ada yang salah dengan cara mereka
memahami perempuan, memahami Muslimah. Muslimah boleh kemana pun yang ia mau,
asalkan, membawa dan mengigat asma Allah kemanapun ia melangkah. Muslimah hakikatnya
sudah cantik, mungkin sebagian dari kalian kurang menundukkan pandangan.
Muslimah tidak disuruh menutup diri, kami diperintahkan menutup aurat.
Boleh saya bercerita
tentang Ibunda Khadijah?
Ya, beliau, menurut
riwayat, adalah perempuan yang sangat pemalu namun juga tegas dan tegar. Sisa
hidupnya beliau habiskan untuk menemani Sang Kekasih Hati untuk berjuang
menegakkan Kalam Allah, menegakkan Islam di bumi Allah. Dari situ saya sadar,
bahkan sosok Rasulullah yang begitu hebat tetap membutuhkan seorang perempuan.
Bagaimana tidak, di tengah kegelisahan beliau meneriama wahyu, ada Ibunda
Khadijah yang menyelimuti dan menenangkan dengan cinta. Setelah kepergian Cinta
Pertama, ada putri cantik yang luar biasa tangguh setia menemani. Bahkan ada
beberapa perempua hebat lainnya yang senantiasa berjuang bersama Rasulullah.
Bahkan, ada perempuan
mulia lagi suci selama hidupnya, membesarkan putranya dengan kasih sayang dan
totalitas beriman kepada Rab. Hingga melahirkan Nabiullah yang hatinya penuh
kasih, Isa putra Maryam. Ada yang berjuang menyayangi dan membesarkan seorang
anak laki-laki bahkan bukan darah dagingnya meski sang suami adalah jelas jelas
memusuhi Allah, Asiyah, mawar di gurun yang tandus, di hatinya mengalir
sungai cinta untuk Nabi Allah, Musa a.s sang penakluk laut merah.
Selalu ada sosok
perempuan, selalu ada sosok Muslimah tangguh di belakang atau di samping para
laki-laki hebat penakluk dunia.
Masihkah kita
membiarkan nama kita dianggap perusak?
Masihkah kita rela,
superioritas dari laki-laki tidak berakhlak menghardik kita?
Jangan, jangan
berlomba-lomba menjadi kesalahan saudariku, mari berlomba-lomba menjadi yang
paling mulia.
Mari kita bersama sama
meraih gelar muslimah mulia walau tuntutan akhir zaman yang semakin tidak masuk
akal, walau dunia serasa mencekik, dan tidak berpihak. Bukan hujatan, bukan
saling ghibah tapi saling bercerita, berbagi, bertutur kata baik dalam
menasehati. Bantu kami Ayah agar mampu menjadi anak mu yang sholihah, membantu
hisab Ayah dan Bunda di yaumul akhir. Bantu
lah kami kakak dan adik laki-laki ku, kami butuh kasih sayang kalian, bimbingan
kalian bukan hujatan kalian. Bantulah kami wahai suami ku atau kelak yang akan
menjadi imam ku, bantu lah aku menggapai surga-Nya, bimbing aku, jaga aib ku,
gandeng aku agar kelak kita bertemu di surga-Nya.
“Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita sholehah.” (HR. Muslim)image source : google